Hukum Cerai Melalui SMS
T |
idak dapat dielakkan lagi bahwa teknologi informasi dan media komunikasi semakin hari bertambah maju dan arus budayanya semakin deras yang menurut futurolog kondang John Naisbitt dalam bukunya High Tech, High Touch; Technology and Our Search for Meaning (1999) semakin menggiring masyarakat ke “zona mabuk teknologi” yang ditandai dengan berbagai gejala sosiologis yaitu :
- Kita lebih menyukai penyelesaian masalah secara kilat, dari masalah agama sampai masalah gizi.
- Kita takut sekaligus memuja teknologi
- Kita mengaburkan perbedaan antara yang nyata dan yang semu.
- Kita menerima kekerasan sebagai suatu hak yang wajar
- Kita mencintai teknologi dalam wujud mainan
- Kita menjalani suatu kehidupan yang berjarak dan terenggut.
Fenomena penggunaan beragam dari Short Message Service (SMS), yaitu pesan singkat berupa teks melalui telepon seluler merupakan gejala kontemporer dari perkembangan teknologi komunikasi dan seluler yang digandrungi sekitar 15 milyar penduduk dunia menurut The Straits Times. Hal itu memang tidak jarang menimbulkan masalah yang kontroversial termasuk masalah cerai dari sudut kacamata agama maupun etika. Kontroversi cerai via SMS tersebut di
Sebelum menjelaskan hukum masalah dari perspektif fiqih beserta alasannya dan dalilnya perlu diklarifikasi bahwa pesan SMS yang Saudara terima dari istri tersebut kalau memang Saudara tidak menyatakan cerai. Maka, hal itu masuk dalam pembahasan bab khulu’ yaitu gugatan cerai yang biasanya diajukan oleh pihak istri, dan keputusan cerai tetap dikembalikan kepada suami tanpa harus melalui proses pengadilan, baik jawaban mengiyakannya secara langsung atau melalui SMS, juga asalkan memang akurat dan benar adanya pengirim jawaban SMS memang dari sang suami dan gugatan khulu’ tersebut memang benar dari pihak istri. Dalam hal ini terdapat alasan kuat yang syar’I (dibenarkan syariat), maka pengadilan (hakim agama) sebagai waliyul amri berhak dan berwenang memutuskan cerai, meskipun sang suami menolak cerai agar tidak menyiksa dan menggantung nasib (status) istri. Seperti alasan tidak terpenuhinya hak-hak dan nafkah istri, penganiayaan, kebejatan moral, perbedaan agama, atau akidah dan sebagainya. Maka hal itu efektif jatuh talak dengan atau tanpa jawaban yang mengiyakan persetujuan khulu’ dari sang suami.
Khulu’ menurut bahasa artinya ‘mencabut atau menghapus’, yang dalam istilah fiqih berarti ‘mencabut dan mengenyahkan ikatan pernikahan’ (naz’ wa izalah az-zaujiyah) baik dilakukan oleh sang istri, wali, maupun hakim dengan memberikan kompensasi sejumlah materi (’iwadh) kepada sang suami menurut keputusan pengadilan atau kesepakatan suami istri. Namun, yang perlu diingat adalah bila terjadi perceraian karena persetujuan khulu’ (gugatan cerai pihak istri) maka jatuh talak bain terutama menurut kalangan ulama Malikiyah yang berimplikasi haram bagi keduanya untuk rujuk kembali selama-lamanya sampai sang istri menjanda lagi setelah menikah dan telah berkumpul dengan pria lain (lihat : ad-Durrul Mukhtar, II/766, Fathul Qadhir, II/199, Mughnil Muhtaj, III/262, Bidayatul Mujtahid, II/66, al-Mughni, VII/51). Namun demikian, kalau memang alasan khulu’ sang istri belum kuat maka sebaiknya dipertimbangkan kembali secara masak termasuk dalam hal ini adalah karena isu atau memang akan dimadu. Sebab, perceraian adalah kalau pun harus terjadi maka menurut Nabi hal itu merupakan suatu yang boleh namun tetap paling dibenci Allah SWT. (abghadhul halal ilallah ath-thalaq). Demikian pula perlu dipikir masak-masak apakah keinginan poligami (kalau memang isu itu benar adanya) sudah tepat dengan melihat berbagai kondisi riil antara mudharat dan maslahatnya.
Hukum khulu’ sendiri memang asalnya adalah boleh (jaiz) dan efektif jatuh talak menurut para ulama termasuk kalangan Syafi’iyah karena kebutuhan kaum istri akan hal itu untuk membebaskan dirinya dari ketersiksaan ikatan pernikahan yang tidak adil sebagai bukti bahwa Islam melindungi hak-hak asasi wanita dan menghargai eksistensi dan kemerdekaannya. Namun, demikian tetap dipandang sesuatu yang makruh (dibenci Allah) bila hal itu dalam kondisi yang normal tanpa alasan kuat yang syar’i (al-Baqarah:229, an-Nissa':4 dan 128). Nabi Saw.bersabda, “Seorang istri mana pun yang menggugat cerai kepada suaminya tanpa suatu alasan (kuat), maka diharamkan baginya aroma surga. ” (HR al-Khamsah kecuali Nasa’i) Dalam hal adanya alasan kuat maka sang suami disunnahkan untuk mengabulkan gugatan cerai sang istri (khulu’) tersebut sebagaimana dal kisah Tsabit bin Qais yang mengabulkan khulu’ istrinya dengan menerima sebidang kebun yang dikembalikan sang istri kepadanya sebagai ‘iwadh atas persetujuan khulu’ tersebut menurut saran Nabi saw..(HR Bukhari, Nasa’I, Ibnu Majah.Lihat:Kasyaful Qina’,V/237, Nailul Authar.VI/246).
Adapun masalah menjatuhkan cerai (talak) melalui SMS yang dikirimkan seseorang kepada istrinya dengan atau tanpa alasan perceraiannya yang diterima syariah, maka kita kembalikan dahulu prinsip pernikahan dan perceraian dalam Islam adalah suatu hal yang sakral, serius, penuh amanah, tanggung jawab, dan pesan keadilan sehingga Nabi saw.mewanti-wanti untuk tidak main-main sebab masalah tersebut bukan pada tempatnya untuk dipermainkan dan apa pun caranya dinilai serius dan berlaku efektif. Sabdanya, “Tiga hal yang seriusnya adalah serius hukumannya dan candanya adalah juga serius hukumnya:nikah, talak, dan memerdekakan budak. Dan hukum asal pernikahan adalah konsisten tetap melangsungkan tali pernikahan sebab pudarnya tali pernikahan merupakan sesuatu hal yang paling dibenci Allah meskipun boleh dilakukan (HR Abu Dawud, an-Nasa’I dan Ibnu Majah).
Talak (thalaq) dalam bahasa arab makna asalnya adalah ‘memudarkan kembali tali ikatan dan pelepasan’, sebagaimana hampir mirip dengan makna etimologis khulu’. Namun biasanya khulu’ dipakai sebagai gugatan cerai dari pihak istri sementara talak sebagai penjatuhan cerai dari suami yang dalam teminologi syariah penjatuhan talak harus memakai lafal (redaksi) ekplisit yang jelas dan dimengerti. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, VII/66). Hukum talak (cerai) melalui SMS dapat dianalogikan/ diqiyaskan dengan hukum cerai melalui tulisan
Pernyataan pemerintah
1) Pengirimnya adalah sang suami
2) Dia harus punya niat/kehendak untuk bercerai
3) Kalimat yang diucapkan tidak boleh salah
4) Dan terakhir, sang isteri harus menerima pesan tersebut.
Syaikh Ahmad al-Haddad, mufti agung Emirat, di Dubai mengeluarkan fatwa terbarunya. Dalam fatwa terbarunya ia membolehkan shighah talak lewat SMS.
Syaikh Ahmad mengatakan: “Fatwa ini dikeluarkan dan mazhab Maliki meyakini bahwa ucapan talak hanya sah dengan dituliskan. Sementara ulama Syafi’i memiliki penjelasan tersendiri. Pengucapan shigah talak adalah wajib dan tanpa mengucapkannya, talak tidak terjadi”. Ia menambahkan: “Dalam fiqih Syafi’i talak dengan tulisan bisa sah dengan dua syarat. Pertama, ketika menuliskan shigah talak, harus disertai dengan niat menceraikan istri. Kedua, ketika menuliskan shigah talak, hendaknya suami mengucapkannya dengan suara jelas dan diketahui sebagai ucapan talak”.
Oleh karena itu, Syaikh Ahmad al-Haddad mengambil kesimpulan:”Sesuai dengan hukum yang disebutkan dalam fiqih Syafi’i, talak lewat SMS juga menjadi sah hukumnya. Tentunya, dengan memenuhi dua syarat di atas. Suami yang hendak menuliskan shigah talak lewat HPnya meniatkan untuk menceraikan istrinya dan ia mengucapkan lafadnya dengan suara keras. Dengan cara ini, talak menjadi sah dan tidak punya masalah”.
Sementara para ulama di Singapura yang tergabung dalam The Islamic Religious Council of Singapore (MUIS) menyatakan pernyataan cerai lewat SMS adalah tidak sah. Jurubicara MUIS menyampaikan kepada Reuters pada hari Rabu (27 Juni 2001) bahwa selama ini tidak ada kasus perceraian melalui SMS di Singapura. Hal ini dikarenakan ada 3 hal yang harus ada dalam perceraian yang tidak bisa dipenuhi dalam kasus "Cerai lewat SMS" yaitu bahwa seseorang tidak bisa yakin akan identitas si pengirim, yang tentu juga pada niatnya. Hanya hakimlah yang dapat memutuskann sebuah perceraian sesudah ada gugatan dari salah satu pihak dari pasangan suami isteri ke pengadilan agama.
Menurut hukum Islam seorang laki-laki bisa menceraikan isterinya dengan mengatakan "Saya ceraikan kamu" tiga kali. Perceraian lewat SMS terjadi baru-baru ini, dan pengadilan agama Singapura pada awalnya tidak tegas dalam persoalan ini karena kurang bisa mengkomunikasikannya.
Dalam masalah cerai melalui SMS yang sangat diperlukan menurut para ulama, sebagaimana dalam masalah cerai melalui
Terima kasih banyak...
BalasHapusSemoga berkah dengan tulisan saudara yang sangat besar manfaatnya dalam khazanah Islam
BalasHapusTerima kasih banyak...
BalasHapus